(Kuantan Singingi_lensa86) Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan sejak pagi hari, Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi (Kuansing) menetapkan mantan Bupati Kuansing, Sukarmis sebagai tersangka kasus korupsi. H. Sukarmis terjerat dalam perkara korupsi proyek pembangunan Hotel Kuansing.
Penetapan Sukarmis sebagai tersangka dilakukan penyidik pidana khusus Kejari Kuansing siang ini, Jum’at, 3 mei 2024.
Dari hasil pemeriksaan, penyidik berkesimpulan H. Sukarmis yang pada saat pelaksanaan Proyek pembangunan Hotel Kuansing sedang menjabat sebagai Bupati Kuansing periode kedua, memenuhi unsur untuk ditetapkan sebagai tersangka.
“Hari ini yang bersangkutan (H. Sukarmis) dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi proyek Hotel Kuansing. Setelah pemeriksaan tadi, penyidik menetapkannya sebagai tersangka,” kata Kepala Kejari Kuansing Nurhadi Puspandoyo kepada sejumlah awak media.
Setelah menetapkan H. Sukarmis sebagai tersangka, penyidik langsung melakukan penahanan.
“Penahanannya dititipkan di Lapas Teluk Kuantan,” tegas Nurhadi.
Sebelumnya, pada Selasa, 7 Agustus 2023 lalu, penyidik Kejari Kuantan Singingi pernah memeriksa mantan Bupati Kuansing dua periode itu sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Hotel Kuansing, menyusul naiknya perkara ini ke tahap penyidikan. Kejari Kuantan singingi telah memanggil Sejumlah saksi lain dan dimintai keterangan.
Nurhadi menjelaskan, tim auditor dari BPKP sudah melakukan penghitungan kerugian negara dalam proyek hotel tersebut.
“BPKP sudah turun dan melakukan perhitungan kerugian negara yang ditimbulkan dari proyek Hotel Kuansing,” jelas Kajari Kuantan Singingi.
H. Sukarmis merupakan Bupati Kuansing dua periode yakni pada 2006-2011 dan 2011-2016. Pada saat ini, ia menjabat sebagai anggota DPRD Propinsi Riau dari Partai Golkar dapil Kuansing-Indragiri Hulu.
Kejari Kuansing telah mengusut kasus korupsi pembangunan Hotel Kuansing sejak ini tahun 2020 lalu. Pengusutan dilakukan saat Kajari Kuansing saat itu dijabat oleh Hadiman yang kini bertugas sebagai Aspidsus Kejati Sumatera Barat.
Diketahui, pembangunan Hotel Kuansing dilakukan berdasarkan dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) Pemkab Kuansing di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang nomor DPA Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) 1.03.1.03.07.29.02.5.2.
Perkara itu berawal pada tahun 2014 lalu, yakni adanya pembangunan fisik Hotel Kuansing oleh Dinas CKTR Kabupaten Kuansing. Kemudian di tahun 2015, dilakukan pembangunan ruang pertemuan hotel yang dikerjakan PT Betania Prima dengan pagu anggaran sebesar Rp 13,1 miliar. Adapun hasil perhitungan kerugian negara mencapai Rp 5 miliar lebih.
Dalam pekerjaannya, rekanan menyerahkan jaminan pelaksanaan Rp 629 juta lebih. Selain itu, pada kegiatan ini terjadi keterlambatan pembayaran uang muka oleh PPTK, sehingga berdampak pada keterlambatan progress pekerjaan.
PT Betania Prima selaku rekanan juga tidak pernah berada di lokasi selama proses pengerjaan proyek tersebut. Mereka hanya datang saat pencairan pembayaran pekerjaan setiap terminnya dalam hal ini dihadiri Direktur PT Betania Prima.
Hingga masa kontrak berakhir, pekerjaan tidak mampu diselesaikan rekanan. Rekanan hanya mampu menyelesaikan bobot pekerjaan sebesar 44,5 persen dan total yang telah dibayarkan Rp5, 263 miliar.
Atas hal itu, PT Betania Prima dikenakan denda atas keterlambatan pekerjaan sebesar Rp 352 juta. Namun, PPTK tidak pernah menagih denda tersebut.
Selain itu, PPTK juga tidak melakukan klaim terhadap uang jaminan pelaksanaan kegiatan yang dititipkan PT Betania Prima di Bank Riau Kepri sebesar Rp 629 juta. Semestinya, uang tersebut disetorkan ke kas daerah dalam hal ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuantan Singingi.
Sejak awal kegiatan, Kepala Dinas CKTR Kuansing selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tidak pernah membentuk tim Penilai Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP). Sehingga, tidak pernah melakukan serah terima terhadap hasil pekerjaan dan saat ini hasil pekerjaan tersebut tidak jelas keberadaannya. Hingga kini, Hotel Kuansing itu belum bisa dimanfaatkan.
Sudah Ada yang Divonis Bersalah
Dalam perkara korupsi Hotel Kuansing, sebelumnya telah menetapkan mantan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) Kabupaten Kuansing Fahruddin ST. Hakim banding menetapkan hukuman Fahruddin menjadi 8 tahun dan pidana denda Rp 100 juta melalui Vonis banding di Pengadilan Tinggi Pekanbaru yangbditetapkan pada Senin 22 Nopember 2021 silam. Hukuman terhadap Fahruddin tersebut diperberat dari sebelumnya yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tipikor Pekanbaru selama 7 tahun penjara.
Selain memperberat hukuman untuk Fahruddin, majelis hakim PT Pekanbaru juga menambah masa hukuman untuk pejabat pemda Kuantan Singingi lainnya, yaitu Alfion Hendra selaku PPTK proyek ruang pertemuan Hotel Kuansing tersebut. Hukuman Alfion juga ditambah menjadi 4 tahun dari sebelumnya divonis Pengadilan Tipikor Pekanbaru hukuman 3 tahun dan pidana denda Rp 100 juta.
Sebelumnya pada Jumat 27 Agustus 2021 lalu, majelis hakim Tipikor PN Pekanbaru menjatuhkan vonis kepada Fahruddin alias Paka hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Sedangkan Alfion Hendra divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Atas putusan hakim Tipikor PN Pekanbaru tersebut, pihak jaksa penuntut dari Kejari Kuantan Singingi menilai Vonis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan yang ditetapkan jaksa penuntut dalam sidang sebelumnya. Jaksa Penuntut dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuantan Singingi menuntut hukuman 8 tahun penjara terhadap mantan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) Fakhruddin ST. Sementara tuntutan terhadap Alfion Hendra selaku PPTK selama 6 tahun dan 6 bulan penjara. melakukan upaya hukum banding.
Selain kedua pejabat tersebut, Perkara Korupsi Hotel Kuansing juga menyeret mantan Kepala Bappeda Kuansing Hardi Yakub, dan mantan Kepala Bagian Pertanahan Setdakab Kuansing, Suhasman. dan kedua terdakwa sedang menjalani persidangan.
Pembangunan Hotel Kuansing merupakan bagian dari proyek tiga pilar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuansing, bersama Pasar Tradisional Berbasis Modern, dan Gedung UNIKS.
Kegiatan pembangunan Hotel Kuansing dianggarkan dari APBD Tahun Anggaran 2013 dan 2014.
Anggaran Pasar Tradisional Berbasis Modern mencapai Rp44 miliar dan dalam pembangunannya dilaksanakan oleh PT Guna Karya Nusantara. Untuk UNIKS dan Hotel Kuansing masing-masing memiliki anggaran Rp51 miliar dan Rp41 miliar.
Pembangunannya yang berawal dari tahun 2014 hingga tahun 2015 tidak selesai. Bahkan sempat dianggarkan lagi untuk biaya penambahan pada tahun 2015 dengan anggaran masing-masing Rp5 miliar untuk pasar, Rp8 miliar untuk Hotel Kuansing dan Rp23 miliar untuk UNIKS.
Namun hingga saat ini pembangunan tiga proyek itu tak kunjung tuntas dan mangkrak. Berdasarkan Audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau, kerugian negara yang ditimbulkan sebesar Rp22.637.294.608.
(Lensa86_Mujie)